Halaman

Welcome to my blog !

Minggu, 06 Januari 2013

Komunikasi Spiritual dalam Upaya Mendidik Anak Berakhlak Al-Qur’an


Oleh : Eka Pawit Martiana
A.    Pendahuluan dan Tujuan
Hakekat komunikasi adalah proses penciptaan makna dengan menggunakan symbol-simbol atau tanda-tanda. Allah SWTmenebarkan symbol-simbol atau tanda-tanda melalui dua ayat-Nya, yaitu: pertama, ayat quraniyah ( berbentuk firman Allah tertuklis dalam kitab suci Al-Qur’an ) yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya. Kedua, ayat Kauniyah yang berbentuk alam semesta. Berbagai peristiwa alam yang sering terjadi, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dll merupakan tanda-tanda komunikasi Allah dengan makhluk-Nya. Apakah sebagai peringatan berbentuk musibah, ujian, atau bahkan azab yang diberikan sang khalik kepada kita.

Komunikasi spiritual adalah komunikasi yang terjadi antara manusia dan Tuhan, atau dapat pula dipahami bahwa komunikasi spiritual berkenaan dengan persoalan agama. Agama mengajarkan kepada kita apa tujuan hidup kita, dan mau kemana arah hidup kita? Untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut, kita perlu melakukan komunikasi spiritual. Bagaimana kita berkomunikasi dengan Tuhan? Kita dapat berkomunikasi dengan-Nya melalui amalan-amalan batin, seperti sholat, berdoa, berzikir, dan lain-lain. Sebenarnya ketika kita melakukan ibadah sholat itu merupakan komunikasi kita dengan Allah. Dalam menjalankan sholat, berdoa, atau berzikir alangkah baiknya jika kita berkonsentrasi penuh ( khusyuk ), seolah-olah sedang berhadapan langsung dengan dan melihat Allah.
Jadi, komunikasi spiritual antar manusia dan Allah, apabila direnungkan dengan seksama, sesungguhnya dipengaruhi oleh hati kita yang bersih dan suci.
Kesuciah hati yang masih murni dan tulus umumnya kita temukan pada diri seorang anak, yang terlahir kedunia ini dengan keadaan fitri ( tanpa dosa sedikitpun ). Kiranya upaya untuk mempertahankan dan mengarahkan sosok anak dengankebeningan hati dan kemurnian daya piker, seperti tatkala mereka dilahirkan dari rahim sang ibu inilah yang patut kita jaga,demi tumbuhnya perilaku atau akhlak terpuji sesuai sesuai kaidah agama islam. Satu-satunya cara untuk  mengajarkanakhlak islami pada anak-anak adalah dengan cara memperkenalkan sejak dini, mendidik dan melatih mereka untuk mengamalkan akhlak Al Qur’anul Karim.

B.      Metode
·         Tafsir sebagai metode komunikasi
Tafsir adalah beragam usaha yang dilakukan untuk memahami maksud dan tujuan – tujuan Al-Qur’an. Kebutuhan akan tafsir Al Quran bukan disebabkan bahwa Al Quran itu ayat-ayatnya , tetapi harus dimaknai bahwa ayat-ayat  Al Quran itu mempunyai kandungan makna yang dalam.
Arif Muhammad dalam Tafsir Al Q uran untuk Anak-Anak: surat Al Fatihah, Sobat Bocah Muslim (2002) menjelaskan bahwa tafsir sebagai metode berbeda dengan tafsir sebagai ilmu. Tafsir sebagai ilmu sebagaimana paparan tersebut di atas adalah tafsiran yang dimaknai sebagai “produk“; yaitu produk tafsir. Tafsir sebagai metode yang dimaksud disini adalah tafsir yang digunakan untuk memahami ayat-ayat Al Quran. Dengan kata lain, tafsir sebagai metode adalah tafsir untuk memahami “tafsir” itu sendiri. Juadi perbedaan tafsir antara tafsir sebagai metode dan tafsir untuk ilmu adalah jika tafsir sebagai metode yaitu tafsir yang digunakan sebagai jalan untuk memahami; sedangkan tafsir untuk ilmu yaitu hasil penafsiran itu sendiri. Ketika kita dihadapkan pada orang yang meminta penjelasan terhadap ayat ini atau ayat itu, kemudian kita menukil pendapat para musafir, maka kita dianggap telah menggunakan tafsir sebagi metode untuk menjelaskan ayat tersebut.
Seseorang yang ingin menggunakan tafsir sebagai metode, maka ia harus mengetahui dan memahami kitab atau buku tafsir yang dijadikanya rujukan.
·         Komunikasi Qur’ani
Mengajarkan cara membaca dan menulis Al Quran kepada anak, bukan berati mengajarkan sesuatu yang tak berguna. Hal itu tetaplah penting, akan tetapi jauh lebih penting bagaimana mengajarkan kepada anak cara memahami Al Quran. Ini perlu ditegaskan agar tidak terjadi kesalah pahaman. Membaca dan menulis Al Quran hanyalah pengantar saja namun kita tidak boleh berhenti begitu saja dalam penghantar.
Anak sesuai dengan fitrah adalah cerminan surga. Pada perkembanganya, anaklah yang akan mengantarkan orang tuanya menuju kebahagiaan di surga. Namun demikianlah pula anak yang akan melemparkan orang tuanya ke dalam kehidupan neraka.
Pertama-tama yang harus dilakukan oleh para orang tua terhadap anaknya adalah mencintai dan mengasihinya.  Kita dapat menemukan di dalm Al Quran, bagaimana Luqman, seorang hamba Allah yang taat dan tekun beribadah, menasihati anaknya. (Q.S. Luqman: 13-19).
Seorang anak adalah relatif masih bersih dan suci jiwanya, maka kita para orang tua dan guru harus memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai Al Quran kepadanya.  Mendidik anak belajar memahami Al Quran sejak usia dini, berarti kita telah mengawal dan mendorong fitrahnya sebagai makhluk ciptaan Allah. Dengan kata lain, mengajarkan anak akan pentingnya nilai-nilai agama pada umumnya dan kandungan nilai-nilai Al Quran khususnya, berati menjaga fitrah anak hingga ia tumbuh dewas, bahkan sampai ajal menjemputnya.
Dengan demikian, mengajarkan pemahaman anak terhadap Al Quran sejak usia dini merupakan cara yang tepat untuk terus mengawal fitrah anak agar tidak hilang seiring dengan pertumbuhan fisiknya. 
C.     Kesimpulan
Intinya, dalam proses edukasi terhadap anak adalah belajarbelajar secara menyenangkan. Bobbi de Porterr dalam Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyanangkan (2002 : 65-118) mengemukaan bahwa perasaan “senang” ini mencakup diantaranya meliputi : lingkungan, sikap, dan gaya belajar, serta yang tak kalah pentingnya adalah factor objek pembelajaran yang diminati. Seberapapun ringanya objek yang anak-anak pelajari, maka bila objek pembelajaran tersebut tidak dikemas secara apik dan menarik, nyaman, serta menyenangkan, bisa jadi mereka akan mudah merasa bosan. Kalau mereka telah merasa bosan, maka ujung-ujungnya akan merasa melas, artinya pekerjaan kita untuk memberikan pengajaran kepada mereka menjadi semakin bertambah. Membelajari objek pengajaran di satu sisi, dan mengubah kemalasan menjadi sifat rajin belajar.
Siapa saja yang yang peduli masalah perkembangan agama dan kecerdasan spiritual anak, harus menciptakan “rekayasa” sedemikian rupa terhadap objek pembelajaran agama, terutama kajian kitab suci Al Quran sebagai pedoman utama mendidik anak berakhlak islami. Bagaimana caranya agar anak melakukan kebaikan/ kebenaran dan menjauhi kejahatan/keburukan, sesuai dengan tingkat usianya terhadap ajaran islam? Ada beberapa hal yang dapat jadi acuan yaitu :
1.      Kita perlu menciptakan rasa senang dan nyaman dalam mendidik dan mengajarkan ilmu agama khususnya kandungan Al Quran.
2.      Mengusahakan agar objek pembelajaran itu mampu menarik dan memikiat perhatian anak.
3.      Mengemas bahasa Al Quran ke dalam bahasa anak supaya mereka lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran yang diberikan.
4.      Media baik visual, audio, maupun audio visual sangat membantu menciptakan ketertarikan pada anak-anak.
5.      Alat peraga juga sangat membantu dalam menciptakan ketertarikan anak.



DAFTAR PUSTAKA
Ujang, Saefullah. (2007). Komunikasi Spiritual dalam Islam. Makalah S3. Bandung:UNPAD.
Winangsih, Syam Nina. (2006). Komunikasi Spiritual. Makalah S3. Bandung:UNPAD.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar