Oleh : Eka Pawit Martiana
A. Pendahuluan
dan Tujuan
Hakekat komunikasi adalah proses penciptaan makna
dengan menggunakan symbol-simbol atau tanda-tanda. Allah SWTmenebarkan
symbol-simbol atau tanda-tanda melalui dua ayat-Nya, yaitu: pertama, ayat quraniyah ( berbentuk
firman Allah tertuklis dalam kitab suci Al-Qur’an ) yang berisi perintah-perintah
dan larangan-larangan-Nya. Kedua, ayat
Kauniyah yang berbentuk alam semesta. Berbagai peristiwa alam yang sering
terjadi, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan,
dll merupakan tanda-tanda komunikasi Allah dengan makhluk-Nya. Apakah sebagai
peringatan berbentuk musibah, ujian, atau bahkan azab yang diberikan sang
khalik kepada kita.
Komunikasi spiritual adalah komunikasi yang terjadi
antara manusia dan Tuhan, atau dapat pula dipahami bahwa komunikasi spiritual
berkenaan dengan persoalan agama. Agama mengajarkan kepada kita apa tujuan
hidup kita, dan mau kemana arah hidup kita? Untuk menjawab pertanyaan –
pertanyaan tersebut, kita perlu melakukan komunikasi spiritual. Bagaimana kita
berkomunikasi dengan Tuhan? Kita dapat berkomunikasi dengan-Nya melalui
amalan-amalan batin, seperti sholat, berdoa, berzikir, dan lain-lain. Sebenarnya
ketika kita melakukan ibadah sholat itu merupakan komunikasi kita dengan Allah.
Dalam menjalankan sholat, berdoa, atau berzikir alangkah baiknya jika kita
berkonsentrasi penuh ( khusyuk ), seolah-olah sedang berhadapan langsung dengan
dan melihat Allah.
Jadi, komunikasi spiritual antar manusia dan Allah,
apabila direnungkan dengan seksama, sesungguhnya dipengaruhi oleh hati kita
yang bersih dan suci.
Kesuciah hati yang masih murni dan tulus umumnya
kita temukan pada diri seorang anak, yang terlahir kedunia ini dengan keadaan
fitri ( tanpa dosa sedikitpun ). Kiranya upaya untuk mempertahankan dan
mengarahkan sosok anak dengankebeningan hati dan kemurnian daya piker, seperti
tatkala mereka dilahirkan dari rahim sang ibu inilah yang patut kita jaga,demi
tumbuhnya perilaku atau akhlak terpuji sesuai sesuai kaidah agama islam. Satu-satunya
cara untuk mengajarkanakhlak islami pada
anak-anak adalah dengan cara memperkenalkan sejak dini, mendidik dan melatih
mereka untuk mengamalkan akhlak Al
Qur’anul Karim.
B. Metode
·
Tafsir sebagai metode komunikasi
Tafsir
adalah beragam usaha yang dilakukan untuk memahami maksud dan tujuan – tujuan
Al-Qur’an. Kebutuhan akan tafsir Al Quran bukan disebabkan bahwa Al Quran itu
ayat-ayatnya , tetapi harus dimaknai bahwa ayat-ayat Al Quran itu mempunyai kandungan makna yang
dalam.
Arif
Muhammad dalam Tafsir Al Q uran untuk
Anak-Anak: surat Al Fatihah, Sobat Bocah Muslim (2002) menjelaskan bahwa
tafsir sebagai metode berbeda dengan tafsir sebagai ilmu. Tafsir sebagai ilmu
sebagaimana paparan tersebut di atas adalah tafsiran yang dimaknai sebagai
“produk“; yaitu produk tafsir. Tafsir sebagai metode yang dimaksud disini adalah
tafsir yang digunakan untuk memahami ayat-ayat Al Quran. Dengan kata lain,
tafsir sebagai metode adalah tafsir untuk memahami “tafsir” itu sendiri. Juadi
perbedaan tafsir antara tafsir sebagai metode dan tafsir untuk ilmu adalah jika
tafsir sebagai metode yaitu tafsir yang digunakan sebagai jalan untuk memahami;
sedangkan tafsir untuk ilmu yaitu hasil penafsiran itu sendiri. Ketika kita
dihadapkan pada orang yang meminta penjelasan terhadap ayat ini atau ayat itu,
kemudian kita menukil pendapat para musafir, maka kita dianggap telah
menggunakan tafsir sebagi metode untuk menjelaskan ayat tersebut.
Seseorang
yang ingin menggunakan tafsir sebagai metode, maka ia harus mengetahui dan
memahami kitab atau buku tafsir yang dijadikanya rujukan.
·
Komunikasi Qur’ani
Mengajarkan
cara membaca dan menulis Al Quran kepada anak, bukan berati mengajarkan sesuatu
yang tak berguna. Hal itu tetaplah penting, akan tetapi jauh lebih penting
bagaimana mengajarkan kepada anak cara memahami Al Quran. Ini perlu ditegaskan
agar tidak terjadi kesalah pahaman. Membaca dan menulis Al Quran hanyalah
pengantar saja namun kita tidak boleh berhenti begitu saja dalam penghantar.
Anak
sesuai dengan fitrah adalah cerminan surga. Pada perkembanganya, anaklah yang
akan mengantarkan orang tuanya menuju kebahagiaan di surga. Namun demikianlah
pula anak yang akan melemparkan orang tuanya ke dalam kehidupan neraka.
Pertama-tama yang harus
dilakukan oleh para orang tua terhadap anaknya adalah mencintai dan
mengasihinya. Kita dapat menemukan di
dalm Al Quran, bagaimana Luqman, seorang hamba Allah yang taat dan tekun
beribadah, menasihati anaknya. (Q.S. Luqman: 13-19).
Seorang
anak adalah relatif masih bersih dan suci jiwanya, maka kita para orang tua dan
guru harus memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai Al Quran kepadanya. Mendidik anak belajar memahami Al Quran sejak
usia dini, berarti kita telah mengawal dan mendorong fitrahnya sebagai makhluk
ciptaan Allah. Dengan kata lain, mengajarkan anak akan pentingnya nilai-nilai
agama pada umumnya dan kandungan nilai-nilai Al Quran khususnya, berati menjaga
fitrah anak hingga ia tumbuh dewas, bahkan sampai ajal menjemputnya.
Dengan
demikian, mengajarkan pemahaman anak terhadap Al Quran sejak usia dini
merupakan cara yang tepat untuk terus mengawal fitrah anak agar tidak hilang
seiring dengan pertumbuhan fisiknya.
C. Kesimpulan
Intinya, dalam proses edukasi terhadap anak adalah
belajarbelajar secara menyenangkan. Bobbi de Porterr dalam Quantum Learning:
Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyanangkan (2002 : 65-118) mengemukaan bahwa
perasaan “senang” ini mencakup diantaranya meliputi : lingkungan, sikap, dan
gaya belajar, serta yang tak kalah pentingnya adalah factor objek pembelajaran
yang diminati. Seberapapun ringanya objek yang anak-anak pelajari, maka bila
objek pembelajaran tersebut tidak dikemas secara apik dan menarik, nyaman,
serta menyenangkan, bisa jadi mereka akan mudah merasa bosan. Kalau mereka
telah merasa bosan, maka ujung-ujungnya akan merasa melas, artinya pekerjaan
kita untuk memberikan pengajaran kepada mereka menjadi semakin bertambah.
Membelajari objek pengajaran di satu sisi, dan mengubah kemalasan menjadi sifat
rajin belajar.
Siapa saja yang yang peduli masalah perkembangan
agama dan kecerdasan spiritual anak, harus menciptakan “rekayasa” sedemikian
rupa terhadap objek pembelajaran agama, terutama kajian kitab suci Al Quran
sebagai pedoman utama mendidik anak berakhlak islami. Bagaimana caranya agar
anak melakukan kebaikan/ kebenaran dan menjauhi kejahatan/keburukan, sesuai dengan
tingkat usianya terhadap ajaran islam? Ada beberapa hal yang dapat jadi acuan
yaitu :
1. Kita
perlu menciptakan rasa senang dan nyaman dalam mendidik dan mengajarkan ilmu
agama khususnya kandungan Al Quran.
2. Mengusahakan
agar objek pembelajaran itu mampu menarik dan memikiat perhatian anak.
3. Mengemas
bahasa Al Quran ke dalam bahasa anak supaya mereka lebih mudah menangkap dan
memahami pelajaran yang diberikan.
4. Media
baik visual, audio, maupun audio visual sangat membantu menciptakan
ketertarikan pada anak-anak.
5. Alat
peraga juga sangat membantu dalam menciptakan ketertarikan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ujang, Saefullah. (2007). Komunikasi Spiritual dalam Islam. Makalah S3. Bandung:UNPAD.
Winangsih, Syam Nina. (2006). Komunikasi Spiritual. Makalah S3. Bandung:UNPAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar