oleh : Eka Pawit Martiana
Novel yang berjudul KALAU TAK UNTUNG
dikarang oleh Selasih/Sariamin yang berasal dari daerah di Talu, Pasaman, Sumatra
barat. Beliau mulai menulis pada umur 16 tahun dengan novel pertamanya berjudul
kalau tak untung pada tahun 1933. Walaupun hanya mengecam pendidikan sekolah
guru atas atau sekolah sekolah pendidikan guru tapi beliau tidak hanya
mengabdikan dirinya dibidang pendidikan melainkan juga dibidang seni peran dan
penulis yang membuatnya menjadi terkenal seorang sastrawan wanita pertama di
Indonesia.
Dalam karangan-karanganya, baik prosa maupun puisi, ia gemar sekali
melukiskan kesedihan batin dan hasrat jiwa yang tak sampai. Kesedihan itu
bukanlah akibat dari adat atau kawin paksa melainkan oleh paksaan nasib.
Untuk menjadi seorang penulis dizaman
penjajahan belanda sangatlah susah karena selain bentuk karya tulis dibatasi
setiap penulisanya juga harus mempertanggung jawabkan dihadapan penjajah. Nama Selasih
merupakan nama samaran dari Sariamin Ismail yang ditemukan oleh ibu tokoh
Sariamin ketika ia berhasil menyelesaikan novel karanganya pada taun 1932. Pada
tahun 1933 novel tersebut diterbitkan oleh Balai Pustaka yang merupakan
penerbit terbesan dizaman dahulu dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri.
Setelah diterbitkan ternyata novel tersebut menjadi novel favorit bagi pembaca.
Awal
mulai pembuatan novel ini dikarenakan beliau ingin mengangkat sebuah kisah
percintaan dimana dalam perjalanan kisah tersebut terjadi paksaan nasib. Selain
itu juga menceritakan tentang karakter tokoh Masrul dimana ia memiliki
kelemahan dan keraguan dalam menentukan pilihan. Serta menceritakan pula
kemalangan yang dialami oleh tokoh Rasmani.
Sinopsis
Novel
Kalau Tak Untung
Rasmani dan Masrul adalah dua orang
sahabat karib. Persahabatan yang dimulai sejak mereka duduk dibangku sekolah
dasar itu menimbulkan perasaan lain didiri Rasmani. Diam-diam dia mencintai
pemuda yang begitu menyayanginya dan memanjakanya itu. Ketika Masrul harus
pindah ke Painan untuk bekerja, Rasmani dengan berat hati melepaskanya.
Perasaan ini pun dirasakan oleh Masrul. Surat pertama yang diterima Rasmani dan
Masrul, setelah beberapa hari mereka berpisah, membuatnya tak percaya. Guru
yang mengajar di desanya ini menduga akan mendapatkan berita yang
menggembirakan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Dalam suratnya, Masrul
mengatakan bahwa dia harus menikah dengan Aminah, anak mamaknya, dua tahun
setelah ia mendapatkan banyak pengetahuan di Painan. Masrul melakukan itu karena
terpaksa. Ia harus menuruti keinginan kaum kerabatnya, terutama ibunya. Demi
kebaikan Masrul, Rasmani menerima sikap Masrul walaupun dengan menahan
perasaannya yang sakit. Diperantauan, Masrul bekerja sebagai juru tulis. Ia
mendapat tawaran dari Guru Kepala untuk menikahi anaknya yang bernama Muslina.
Pada mulanya, Masrul menolak karena ternyata hati kecilnya lebih tertarik pada
Rasmani yang telah lama dikenalnya. Selain itu, ia juga merasa tidak enak
kepada Aminah dan kaum kerabatnya apabila ia mengingkari janjinya. Akan tetapi,
karena kepintaran Guru Kepala dan istrinya itu mendesak Masrul, akhirnya Masrul
menerima tawaran itu. Keputusan Masrul untuk menikah dengan Muslina membuat
kaum kerabatnya kecewa dan marah besar. Perasaan Rasmani sendiri begitu kacau.
” Bagaimana hati Rasmani ketika menerima surat Masrul yang mengatakan beristri
itu, tak cukup rasanya perkataan dalam bahasa yang kan mewartakanya karena
ketika itulah ia tahu benar dan insyaf bahasa ia cinta kepada Masrul.”
Kehidupan rumah tangga Masrul dengan Muslina yang sudah membuahkan seorang
anak, ternyata tidak berjalan serasi. Keduanya sering terjadi percecokan. Hal
itu disebabkan tidak dihargainya Masrul sebagai seorang suami. Akibatnya,
Masrul sering tidak pulang kerumahnya. Ia menghabiskan waktunya dengan
bermabuk-mabukan. Keadaan yang semakin memburuk dan tidak dan tidak ada
tanda-tanda terselamatkan, membuat Masrul berpikir untuk menceraikan Muslina.
Jawabanya pun tidak memuaskan hatinya sehingga keputusan cerai mutlak
dilakukan. Sementara itu, Rasmani yang sudah berkeinginan untuk tidak menikah
setelah pujaan hatinya menikah dengan orang lain, bertambah hancur hatinya. Ia
tidak bisa melawan rasa cintanya pada Masrul walaupun berbagai usaha
dilakukanya, termasuk mengizinkan Masrul menikah dengan Muslina, keputusan yang
sebenarnya bertentangan dengan hati nurani. Hal ini ditambah lagi dengan
pernyataan Masrul belakangan, yang mengatakan bahwa selama ini hidupnya tidak
beruntung dan sebetulnya ia mencintai Rasmani. “Api yang telah hampir padam
itu, mulailah kembali memperlihatkan
cahayanya, menyala makin lama, makin besar. Kenyataan yang tidak diduga oleh
Rasmani dan keluarganya adalah ketika Masrul muncul di kediamanya di Bukitinggi. Semua kejadian diceritakan
oleh Masrul yang membuat Rasmani begitu sedih dengan penderitaan kekasihnya
itu. Beberapa waktu kemudian, Masrul melamar Rasmani. Namun, sebelum mewujudkan
pernikahanya, ia meminta izin untuk mencari pekerjaan terlebih dahulu karena
sebelumnya ia telah mengundurkan diri dari pekerjaanya di Painan. Masrul ingin
mencari pekerjaan di Medan, dengan harapan akan lebih cepat bekerja dengan
bantuan adik Engku Rasad, teman baiknya di Painan. Akan tetapi sampai beberapa
bulan lamanya, Masrul belum juga mendapatkan pekerjaan dan berita keadaan
dirinya tak pernah dikabarkan kepada Rasmani. Hal ini membuat Rasmani berkecil
hati dan menganggap Masrul tidak setia. Rasa putus asa Rasmani bertambah-tambah
setelah Masrul mengatakan bahwa Rasmani tidak usah menunggunya kalau ada orang
lain mencintainya, dalam suratnya yang datang kemudian. Keputusan Masrul itu
membuat Rasmani jatuh sakit. Rupanya sakit Rasmani yang hmpir sembuh dengan
kedatangan Dalipah, kakaknya yang selalu
mendampinginya dalam kesedihan, kambuh lagi karena dikabarkan bahwa Masrul
berhasil mendapatkan pekerjaan dan membatalkan keputusan yang dulu disampaikan
kepada Rasmani melalui surat yang datang menyusul. “Surat yang membawa kabara
baik itu rupanya lebih mengejutkan Rasmani dan lebih merusakan jantungnya yang
telah luka itu, dari surat yang dahulu. Rasmani akhirnya meninggal tanpa
disaksikan Masrul yang datang terlambat.
Unsur-unsur
Intrinsik novel
v Tema dari novel ini adalah pendidikan
dan kesukaran hidup.
v Berlatarkan didaerah Bukittinggi
(Sumatra) , Painan, dan Medan.
v Alur yang digunakan adalah alur maju
yaitu alur yang apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan
kronologis menuju alur cerita. Dikisahkan seorang gadis kecil bernama Rasmani
tinggal bersama orang tua, kakak, dan adiknya di sebuah desa terpencil. Mereka
hidup sangat berkekurangan dan dijauhi oleh penduduk sekitar. Ia memiliki
seorang sahabat bernama Masrul. Rasmani sudah menganggap Masrul sebagai seorang
kakak.Ketika mereka beranjak remaja, Masrul merantau ke Painan untuk mencari
pekerjaan. Rasmani dan Masrul sama-sama merasa kehilangan, meskipun mereka
tidak menyadarinya. Bahkan ketika Masrul ditunangkan dengan seorang gadis bernama
Aminah, keduanya semakin sedih.
Di Painan, Masrul jatuh cinta pada
seorang gadis bernama Muslina karena kecantikan dan kekayaan orang tua Muslina.
Hingga akhirnya, ia menikah dengan Muslina dan memutuskan pertunangannya dengan
Aminah, serta berusaha melupakan Rasmani meskipun ia tidak bisa. Mendengar
berita pernikahan itu Rasmani semakin sedih, meskipun ia tak menunjjukkan
perasaannya itu kepada Masrul.Beberapa tahun kemudian Masrul bercerai dengan
Muslina karena banyaknya masalah keluarga. Masrul kembali ke desanya dan
disambut hangat oleh Rasmani dan keluarganya. Masrul pun memberanikan diri
untuk menyatakan cintanya kepada Rasmani. Rasmani yang sangat mencintai Masrul
tidak menolak. Namun, Rasmani yang terus mengalami depresi berat karena
kekasihnya itu, mulai melemah dan sakit-sakitan. Hingga akhirnya, ia meninggal.
Sebelum meninggal, Rasmani berpesan kepada Masrul bahwa ia sangat mencintai
Masrul.
v
Perwatakan
tokoh dalam novel ini beragam seperti tokoh Masrul yang tidak mempunyai
pendirian. Tokoh Rasmani setia dan sabar dalam menjalani hidupnya. Tokoh ayah
Rasmani,seorang ayah yang bertanggung jawab. Tokoh mamak Rasmani, tidak mampu
melaksanakan peran mamak sebagaimana yang terdapat dalam adat. Tokoh mamak
Masrul, egois namun dengan keogiasanya itu berusaha memberikan yang terbaik
untuk Masrul. Tokoh Engku Jaksa,prihatin pada masalah Masrul. Tokoh Engku Guru
gedang, jadikan Masrul sebagai penghilang malu keluarga. Tokoh Engku Rahman,
prihatin dengan masalah Masrul. Tokoh Engku Guru Rasad, seorang lelaki yang
bertanggung jawab dan ada sifat kepemimpinan.
v Amanat dari novel ini adalah bahwa
cinta tidak dapat memisahkan 2 orang yang saling mencintai hingga ajal
menjemput, kita harus bersikap baik pada semua orang, kita tidak boleh tertarik
pada orang lain karena harta dan kecantikan saja, bertegaslah pada satu
pendirian, bersabarlah dalam kita menghadapi masalah seberat apapun itu.
v Sudut pandang yang digunakan pada
novel ini adalah sudut pandang orang ketiga karena menggunakan kata Ia.
Sedangkan kata ia merupakan bagian dari sudut pandang orang ketiga.
v Gaya bahasa yang digunakan pada novel
ini adalah bahasa melayu dimana bahasa tersebut banyak digunakan di daerah
Sumatra. Sehingga satu dua kata bahasa kurang dipahami oleh pembaca.
Terimakasih infonya :)
BalasHapusmaksih atas postnya.. :)
BalasHapusvisit my blog http://cahyaardan.blogspot.com/