oleh : Eka Pawit Martiana
Selasa, 02 Desember 2008
Selasa, 02 Desember 2008
Sektor
jasa memiliki peran strategis dalam perekonomian negara-negara ASEAN mengingat
rata-rata 40 – 50% dari PDB negara-negara ASEAN disumbang oleh sektor jasa dan
persentase kontribusinya terhadap PDB dari waktu ke waktu terus menunjukkan
kecenderungan peningkatan. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan
oleh WTO dan Sekretariat ASEAN, ekspor jasa ASEAN ke pasar dunia terus
meningkat dari US$54.8 miliar (1998) menjadi US$96.7 miliar (2004). Pada tahun
2006 diperkirakan nilai ekspor ASEAN ke pasar dunia sebesar US$120.9 miliar.
Kecenderungan yang sama terjadi pula pada impor jasa ASEAN dari pasar dunia
yang terus memperlihatkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998
tercatat nilai impor jasa ASEAN adalah sebesar USD60.4 miliar dan meningkat
hingga USD122.0 miliar di tahun 2004. Ditaksir nilai impor jasa ASEAN mencapai USD150.3
miliar di tahun 2006.
Kerangka
Persetujuan Jasa ASEAN (ASEAN Framework Agreement on Services/ AFAS) lahir di
atas kesadaran akan makin pentingnya peran sektor jasa dalam perekonomian
bangsa-bangsa di Asia Tenggara. Penandatangan dokumen kesepakatan pada tanggal
15 Desember 1995 saat KTT ASEAN ke-5 digelar oleh para menteri ekonomi ASEAN di
Bangkok, Thailand merupakan bukti dukungan dan upaya bersama negara-negara
ASEAN untuk mendorong arus perdagangan jasa secara bebas. AFAS yang dibahas
dalam Komite Kordinasi Jasa (Coordinating Committee on Services / CCS)
dimaksudkan untuk menghapus secara substansial hambatan-hambatan perdagangan
jasa antara negara-negara ASEAN guna meningkatkan efisiensi dan daya saing para
penyedia jasa ASEAN.
CCS
merupakan forum utama sektor jasa di luar jasa keuangan dan transportasi udara,
mewadahi 155 subsektor jasa berdasarkan klasifikasi GATS W/120. Forum CCS
mencakup perundingan di tingkat CCS Leader yang menentukan tahapan liberalisasi
di negara anggota ASEAN berupa paket komitmen di bawah AFAS, pertemuan Kelompok
Kerja Sektoral dan penyusunan Mutual Recognition Agreement (MRA).
1. Kerangka Persetujuan Jasa ASEAN (AFAS)
AFAS memberikan tuntunan bagi negara-negara
ASEAN untuk meningkatkan Akses Pasar secara progresif dan menjamin Perlakuan
Nasional yang setara bagi para penyedia jasa di kawasan ASEAN. Seluruh isi
kesepakatan dalam AFAS konsisten dengan kesepakatan internasional bagi
perdagangan jasa yang ditetapkan dalam GATS – WTO. Keberadaan AFAS mendorong
negara-negara ASEAN untuk membuat komitmen melebihi apa yang diberikan dalamGATS.
Guna mempercepat liberalisasi perdagangan
jasa di ASEAN, para menteri ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers atau AEM)
menandatangani Protokol untuk Mengamandemen AFAS pada tanggal 2 September 2003
di Phnom Penh, Kamboja. Isi pokok dari protokol tersebut adalah dimungkinkannya
Penerapan formula “ASEAN minus X” dalam
pelaksanaan komitmen jasa di antara negara-negara anggota. Dengan formula
tersebut, negara-negara ASEAN yang siap untuk meliberalisasikan satu sektor
jasa tertentu dapat tetap melakukannya tanpa berkewajiban untuk memberikan
manfaat tersebut ke negara-negara yang tidak turut serta. Sebagai tindak lanjut
penandatanganan kesepakatan dan dalam rangka pencapaian tujuan AFAS, rangkaian
perundinganpun segera dilaksanakan. Empat putaran perundingan telah dilakukan
sejak 1 Januari 1996, dan tiap putaran telah menghasilkan paket-paket komitmen
yang disusun dalam sektor/subsektor yang disepakati dan moda suplai. Selanjutnya,
berdasarkan keputusan AEM pada Pertemuan Informal yang diselenggarakan pada 28
Juni 1999 di Auckland, Selandia Baru, para Menteri Keuangan dan Menteri
Perhubungan ASEAN mengambil alih kepemimpinan khusus dalam liberalisasi jasa
keuangan dan jasa perhubungan udara.
Secara keseluruhan 6 (enam) paket komitmen di
bawah AFAS telah disepakati oleh negara-negara ASEAN dan ditandatangani oleh
AEM. Di samping itu, terdapat pula dua paket komitmen tambahan dalam jasa
keuangan yang ditandatangani oleh para menteri keuangan ASEAN (Paket Komitmen
Jasa Keuangan Kedua dan Ketiga di bawah AFAS) dan dua paket komitmen tambahan
dalam jasa perhubungan udara yang ditandatangani oleh para menteri perhubungan
ASEAN (Paket Komitmen Jasa Perhubungan Udara Keempat dan Kelima di bawah AFAS).
Cetak biru Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community atau AEC) yang ditandatangani oleh para kepala negara ASEAN
pada KTT ASEAN ke-13 pada tanggal 20 November 2007 di Singapura telah
meletakkan landasan nyata bagi negara-negara anggota untuk mencapai arus
perdagangan bebas dalam bidang jasa paling lambat tahun 2015. Walaupun
demikian, penetapan target waktu tersebut tetap memasukkan unsur fleksibilitas
bagi para anggotanya.
Tahap perundingan selanjutnya sudah memasuki
tahap perundingan paket komitmen AFAS ke-7. Pada pertemuan CCS ke-53, 19-22
Februari 2008 di Siem Reap, Kamboja, telah disepakati bahwa paket komitmen AFAS
ke-7 akan diselesaikan pada tahun 2008 dan tidak lagi menggunakan ASEAN
Universe List (AUL), namun GATS W/120 universe list. Target jumlah threshold
untuk paket komitmen ini ditetapkan paling sedikit mencakup 65 subsektor.
2. Pertemuan Kelompok Kerja Sektoral
Pada pertemuan CCS ke-53, 19-22 Februari 2008
di Siem Reap, Kamboja, para CCS Leader menyepakati restrukturisasi komposisi kelompok
kerja sektoral sehingga optimal dan relevan dalam pencapaian AEC Blueprint
serta menyetujui perubahan daftar negara yang menjadi koordinator dari kelompok
kerja sektoral. Indonesia dalam hal ini ditunjuk menjadi kordinator kelompok
kerja Jasa Konstruksi menggantikan Brunei, dan Singapura menggantikan Filipina
menjadi kordinator kelompok kerja Jasa Bisnis. Pada pertemuan CCS
tersebut, tercatat dilangsungkannya 6 (enam) pertemuan Kelompok Kerja Sektoral
yakni Pertemuan Kelompok Kerja Jasa Bisnis, Jasa Konstruksi, Jasa Pendidikan,
Jasa Kesehatan, Jasa Logistik dan Perhubungan, serta Jasa Telekomunikasi dan
Teknologi Informasi.
Dalam Pertemuan Kelompok Kerja Jasa Bisnis,
antara lain disepakati untuk dilakukannya verifikasi draft inventor of
impediments untuk seluruh sub sektor dalam Jasa Bisnis.
Hasil pertemuan Kelompok Kerja Jasa Konstruksi antara lain mencatat bahwa foreign equity participation (FEP) saat ini telah mencapai 51% sehingga peningkatan FEP akan menjadi salah satu isu pembahasan yang penting pada pertemuan berikutnya. Adapun pada Pertemuan Kelompok Kerja Jasa Pendidikan antara lain disepakati untuk melakukan pengumpulan informasi berkenaan dengan kebutuhan kualifikasi bagi teacher’s registration sebelum ditentukan perlu tidaknya MRA.
Hasil pertemuan Kelompok Kerja Jasa Konstruksi antara lain mencatat bahwa foreign equity participation (FEP) saat ini telah mencapai 51% sehingga peningkatan FEP akan menjadi salah satu isu pembahasan yang penting pada pertemuan berikutnya. Adapun pada Pertemuan Kelompok Kerja Jasa Pendidikan antara lain disepakati untuk melakukan pengumpulan informasi berkenaan dengan kebutuhan kualifikasi bagi teacher’s registration sebelum ditentukan perlu tidaknya MRA.
Pada Pertemuan Kelompok Kerja Jasa Kesehatan
tidak dihasilkan kesepakatan khusus dan masih membahas Improved Offers dari
beberapa negara yakni Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Viet Namuntuk Paket
Komitmen AFAS ke-7. Hasil pertemuan Kelompok Kerja Jasa Logistik dan
Perhubungan antara lain disepakati bahwa penetapan tenggat waktu bagi
liberalisasi Perhubungan termasuk Perhubungan Laut tidak sama dengan tenggat
waktu bagi Logistik.
Sedangkan pada Pertemuan Kelompok Kerja Jasa
Telekomunikasi dan Teknologi Informasi disepakati perlunya penunjukan contact
point bagi Kelompok Kerja tersebut. Di samping itu karena masih ditemui
kesulitan dalam transisi pengklasifikasian subsektor dari pendekatan licensing
regime ke penerapan GATS W/120, disepakati perlunya pelatihan atas pemetaan
komitmen AFAS dengan pendekatan GATS W/120.
3. Mutual Recognition Agreement (MRA)
MRA merupakan perkembangan terbaru dalam
kerja sama perdagangan jasa ASEAN yang ditujukan untuk mempermudah pergerakan penyedia
jasa profesional di kawasan ASEAN. Dengan adanya MRA, para negara penandatangan
kesepakatan saling memberikan pengakuan atas kualifikasi para penyedia jasa
profesional yang berasal dari negara-negara tersebut. Hingga kini ASEAN telah
menyepakati 4 (empat) MRA, yaitu :
- MRA untuk Jasa Rekayasa, yang ditandatangani pada tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia
- MRA untuk Jasa Keperawatan, yang ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filipina
- MRA untuk Jasa terkait Arsitek dan Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications, yang keduanya ditandatangani pada tanggal 19 November 2006 di Singapura.
Hingga
kini, beberapa negara ASEAN telah menyampaikan notifikasi keikutsertaannya
dalam MRA tersebut di atas.
Tanggapan
saya tentang masalah kerja sama ekonomi dan perdagangan bidang jasa di ASEAN
Dengan
adanya perjanjian AFAS saat ini banyak sekali persaingan dibidang jasa
baik jasa dalam pembangunan, keuangan
maupun dibidang jasa transportasi. Ada beberapa kekurangan dan kelebihan adanya
perjanjian AFAS, kelebihanya yaitu didalam suatu Negara apabila terdapat
kekurangan jasa dapat langsung tertanggulangi karena perjanjian AFAS
mempermudah masuknya suatu jasa dari luar. Selain itu tinggkat harga layanan
jasa semakin murah dikarenakan banyaknya persaingan jasa yang ada. Perjanjian
AFAS tak luput dari kekurangan salah satunya yaitu dapat mematikan industry
jasa dalam negeri apabila terdapat banyaknya jasa dari luar yang dikarenakan
harga dan tingkat kualitas yang lebih baik.
Indonesia
sebagai Negara yang berkembang saat ini membutuhkan banyak sekali jasa dibidang
pembangunan. Dengan adanya perjanjian AFAS saat ini banyak sekali jasa dalam
bidang pembangunan baik jasa dari luar maupun dalam yang bersain untuk mendapatkan
konsumen. Di Indonesia jasa yang dari luar banyak berada dibidang sector
pembangunan hal ini membuat persaingan dibidang pembangunan semakin ketat
sehingga memiliki dampak industri jasa di Indonesia harus lebih ditingkatkan
kualitasnya agar tidak kalah saing dengan penyedia jasa dari luar.
Perjanjian
AFAS juga dapat menguntungkan salah satu pihak seperti jasa pengeboran yang ada
di Indonesia dikarenakan sebagaian besar pengeboran minyak yang ada di
Indonesia banyak berasal dari luar. Pertamina sebagai salah satu contoh jasa
dibidang pertambangan atau pengeboran yang berasal dari Indonesia hanya mempunyai kuota sebesar 30% sisanya dikuasai
oleh pihak asing seperti exson, pretonas dan masih banyak lagi. Hal ini
sebenarnya dapat diatasi dengan memperketat regulasi perijinan dari
pemerintah sehingga penyedia jasa local
lebih banyak menguasai di dalam negeri.
Pada
akhirnya meskipun AFAS mempunyai kelebihan dan kekurangan seharusnya kita
tanggapi dengan sikap positif sehingga perjanjian AFAS nantinya tidak akan
menguntungkan salah satu pihak saja tetapi sama sama untuk mengembangkan
pekekonomian di wilayah ASEAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar