Halaman

Welcome to my blog !

Jumat, 07 Desember 2012

Pancasila di Era Globalisasi: Perspektif Sosial Budaya





oleh : Eka Pawit Martiana




Makna dari Pancasila
Pancasila terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa sansekerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai ideology negara sudah ada sejak 1 Juni 1945, proses perumusan Pancasila melalui beberapa tahap dan pertimbangan. Toh-tokoh pemuka Indonesia seperti, Ir. Soekarno, Muh. Yamin dan Soepomo bersama-sama menuangkan buah pikirannya dalam merumuskan dasar negara. Hingga tanggal 22 Juni 1945 menghasilkan rumusan dasar negara yang kita sebut dengan Pancasila.Dengan kata lain Pancasila sebagai ideology adalah suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia, masyarakat, dan negara Indonesia yang bersumber dari kebudayaan Indonesia. Lebih singkatnya Pancasila dapat diartikan pandangan hidup bangsa. (Rukiyati, 2008: 89)
Pancasila memiliki lima buah sila yang di dalamnya merupakan cirri dari kepribadian bangsa Indonesia. Sila yang pertama berbunyi: “ Ketuhanan Yang Maha Esa”, bunyi dari sila pertama ini memberi dasar atau acuan tentang hubungan manusia dengan Tuhannya pada khususnya, dan hubungan bangsa dengan Tuhannya pada umumnya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terbentuk dari komponen suku-suku, dan golongan. Setiap suku dan golongan diberi kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaannya itu, sila pertama ini menegaskan bahwasanya negara Indonesia bukanlah negara yang menganut satu agama.
Sila yang kedua berbunyi: “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, sila ini menegaskan bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menjunjung tinggi hak dasar manusia atau sering kita sebut Hak Asasi Manusia (HAM). Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, kemudian pada setiap suku atau individu bangsa Indonesia telah tertanam solidaritas dan mengedepankan gotong-royong. Bangsa Indonesia memiliki etika dan peraturan yang dianut dan ditaati hingga tercipta keadaan yang harmonis.
Sila yang ketiga berbunyi, “Persatuan Indonesia”, bangsa Indonesia yang mempunyai latar belakang terbentuk dari beraneka ragam suku-suku, dapat dipastikan perbedaan akan menjadi kendala. Sila ketiga ini memberi landasan dan dasar agar bangsa Indonesia berastu padu menyamakan visi dan misi menuju bangsa yang sejahtera.
Sila keempat berbeunyi, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Setiap individu atau golongan mempunyai pola pikir, argument/pendapat, kepentingan  yang berbeda akan sulit untuk menemukan kesepakatan dan kesamaan bila tidak dikordinasi dan adat wadah/tempat untuk menampung aspirasi-aspirasi itu. Bunyi sila ini memberi solusi, dengan adanya musyawarah mufakat dari setiap suku atau golongan dan pempin yang memutuskan, pada masa ini terlihat dengan adanya Dewan Perwakilan Rakyat dan Presidan sebagai pengambil keputusan.
 Sila kelima berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, Sila ini menegaskan bahwasanya setiap warga mempunyai persamaan hak dan kewajiban, hak untuk penghidupan yang layak ataupun hak dalam menyampaikan pendapat yang bertanggung jawab.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Pancasila adalah sumber tatanan bangsa Indonesia, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bangsa Indonesia. Pancasila adalah awal dan cita-cita bangsa Indonesia.

What is Globalization?
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Globalisasi adalah suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik maupun lingkungan (Budi Winarno: 2004). Globalisasi merupakan karakteristik hubungan antara penduduk bumi ini yang melampaui batas-batas konvensional seperti bangsa dan negara (Kelik Wardiono: 2000). Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari pikiran yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi acuan bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.  Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.
Marthin Khor (2002: 11), menyatakan globalisasi memiliki dua ciri utama yaitu: Pertama,peningkatan konsentrasi dan monopoli berbagai sumber daya dan kekuatan ekonomi oleh perusahaan transnasional maupun oleh perusahaan-perusahaan transnasional; Kedua,kebijakan dan mekanisme pembuatan kebijakan nasional. Kebijakan-kebijakan nasional yang meliputi bidang-bidang social, ekonomi, budaya dan teknologi yang sekarang ini beada dalam yuridiksi (wilayah hukum) suatu pemerintahan dan masyarakat dalam suatu pemerintah dan masyrakat dalam suatu wilayah Negara bangsa bergeser menjadi di bawah pengaruh atau badan-badan internasional atau perusahaan besar pelaku ekonomi, keuangan internasional.
Pada dasarnya, definisi dari globalisasi adalah konektivitas, integrasi (perpaduan) dan kombinasi dari semua Negara di dunia melalui perdagangan, budaya, investasi dan bentuk-bentuk interaksi lainya. Era Globalisasi di Indonesia dapat dilihat atau dirasakan dengan adanya: 1) perkembangan teknologi dan informasi, masyarakat dengan mudah mengakses informasi pengetahuan dengan media internet; 2) Mobilitas social yang mengalami kemajuan dengan hadirnya sarana-sarana transportasi yang lebih efektif dan efesian; 3) Media telekomunikasi, seperti handphone yang telah menjalar di setiap kalangan masyrakat.

Pancasila di Era Globalisasi
Perkembangan teknologi di masa kini yang semakin canggih yang seringkali menyebabkan pergeseran norma-norma yang berlaku di masyarakat.  Masyarakat telah memasuki fase baru di mana nilai-nilai baru lahir akibat proses kemajuan ilmu teknologi dan informasi.  Globalisasi telah menimbulkan dampak diberbagai bidang, khususnya dalam bidang sosial budaya. Pengaruh positif dari globaliasasi adalah kompetisi/atau persaingan. Persaingan sehat akan memacu kerja keras dan kedisiplinan, kita bisa mengadobsi ilmu pengetahuan dan teknologi secara luas, bebas dan terbuka dari negara lain yang sudah lebih maju untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Kemudian pengaruh negatif dari globalisasi dalam aspek sosial budaya yakni,  munculnya sikap individualisme yang melunturkan sikap toleransi dan norma sosial. Sikap individualisme ini menyebabkan masyarakat tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa. Padahal, jati diri bangsa kita yang terdapat pada Pancasila salah satunya mengutamakan persatuan dan kesatuan, menghapus perbedaan dengan tujuan menyamakan visi misi. Realita yang dapat dilihat di masa ini adalah banyaknya konflik-konflik etnik/suku seperti yang terjadi di Papua, Poso, dan Aceh. Dilihat dari adanya konlik-konflik etnik yang terjadi di Indonesia, memunculkan pertanyaan; “Hilangkah pemahaman akan nilai Pancasila? Lupakah akan slogan Bhineka Tunggal Ika?”.  Pengaruh negatif berikutnya adalah buruknya mental pada generasi muda. Generasi muda/remaja masa kini lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, Remaja kini lupa akan ikrar Sumpah Pemuda. Remaja masa kini cenderung lebih mengadobsi budaya Barat, tidak punya sopan santun. Hal lain yang banyak menyita perhatian adalah hilangnya moral, dan rasa kemanusian pada remaja, hal ini dibuktikan dengan adanya tawuran/tindakan anarkis antar pelajar, tindakan asusila, kekarasan remaja dan lain sebagainya. Pada dasarnya sikap atau tindakan yang diperbuat wujud dari kepribadian atau moral sesorang, sejak dari mengenyam bangku Sekolah Dasar kita sudah diajarkan tentang Pendidikan Moral Pancasila. Pertanyaannya, mengapa saat ini di lembaga-lembaga formal mengeliminasi atau mensubtitusi Pendidikan Moral Pancasila?
Di sisi lain era globalisasi terdapat berbagai macam budaya dan Ideologi dari Negara lain yang masuk ke Indonesia, dan sebagian besar budaya itu telah menjalar kepada bangsa Indonesia, contohnya  ideologi fundamentalisme dan liberalisme. Fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas. Golongan fundamentalis adalah golongan yang melaksanakan hal yang sangat fundamental atau mendasar. Gambaran yang bisa kita lihat dari adanya faham ini adalah, golongan yang bertindak anarkis yang mengatasnamakan agama atau kepercayaannya itu benar adanya, keanarkisan ini dipicu karena golongan lain dianggap tidak sesuai dengan faham yang dianutnya.
Masih basah dalam ingatan kita di mana media cetak dan media elektronik menyampaikan informasi pada masyarakat tentang organisasi yang bernamakan Front Pembela Islam (FPI). Insiden Monas adalah istilah yang digunakan oleh media dalam pemberitaannya mengenai “serangan” FPI  yang dilancarkan pada Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monas pada 1 Juni 2008, tepat pada hari kelahiran Pancasila. Insiden ini bermula ketika AKKBB akan menggelar aksi di Monas, Jakarta, pada 1 Juni 2008 namun belum lama aksi dimulai, kumpulan masa AKKBB diserang oleh masa beratribut FPI. Massa FPI memukuli anggota Aliansi Kebangsaan dengan berbagai cara. Munarman sebagai ketua Laskar Islam menyatakan bahwa penyerangan itu dilakukan karena aksi ini merupakan aksi kelompok pendukung Ahmadiyah, dan bukan untuk peringatan hari Pancasila (http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_Monas). Insiden tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila atau nilai kemanusian, dapat kita ketahui bagaimana faham seperti itu bisa berdampak negatif pada bangsa Indonesia. Apapun alasannya, jika tindakan itu berwujud kekerasan dan merugikan orang lain pastilah bertentangan dengan norma dan nilai Pancasila. Pristiwa atau insiden tersebut dapat dicegah bila saja di antara du golongan itu bisa lebih memahami makna Pancasila, dengan musyawarah dan diskusi perbedaan yang dialami akan menemukan titik temu.
Liberalisme adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan adalah nilai politik yang utama. Singkatnya liberalisme adalah sesuatu yang bebas, mengarah pada hak kebebasan manusia. Contoh: golongan yang setuju atau pro dengan hubungan atau perkawinan sesama jenis.
Adanya fenomena ini dirasakan nilai Pancasila memudar, Pancasila tidak lagi dianggap sebagai dasar hukum dan landasan norma-norma bagi bangsa Indonesia. Nasionalisme dan jiwa Pancasila bangsa tidak lagi sesolid dan seteguh pada masa sebelumnya. Globalisasi menjadi pemicu hilangnya kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri, khususnya yang menyangkut tentang nilai dan ideologi Pancasila. Akibatnya, Indonesia mengalami krisis kesejahteraan,  krisis kedamaian, lupa akan identitas bangsa dan perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia terkikis digantikan dengan kebudayaan dari negara lain yang masuk ke Indonesia.
Pancasila di era Globalisasi mengambarkan situasi berikut, Pancasila menghadapi peperangan nyata tetapi tak selazimnya perang, peperangan yang dihadapi pada infiltrasi (peresapan atau penetrasi) budaya, pemikiran, perilaku dan lain sebagainya yang bisa menghancurkan bangsa.

Pancasila sebagai Solusi/Pegangan Bangsa Indonesia dalam Menghadapi Globalisasi
Globalisasi telah menimbulkan dampak di berbagai bidang, khususnya dalam bidang sosial budaya. Dalam hal ini Pancasila akan menjawab tantangan globalisasi itu, Pancasila akan mengerem dan memfilter nilai-nilai globalisasi dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila akan memberi proteksi dan vitamin kepada bangsa Indonesia guna menghadapi virus globalisasi. Pancasila akan membimbing bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih kuat dan lebih bijak dalam menghadapi budaya-budaya dari luar yang sifatnya merugikan. Kekuatan Pancasila, akan menjaga keutuhan, kepribadian, dan norma-norma luhur bangsa Indonesia. Dengan berpegang teguh pada nilai Pancasila, bangsa Indonesia bisa mengambil nilai-nilai positif dari globalisasi.
Pendidikan Pancasila merupakan solusi yang dapat mengerem dan mengurangi dampak negatif dari globalisasi. Dengan di tanamkannya pendidikan Pancasila, maka akan tertanam ideologi dan identitas bangsa yang dimiliki bangsa Indonesia, sehingga Indonesia ke depannya menjadi negara yang memiliki kepribadian baik dan berkarakter. Salah satu bentuk pendidikan yang dapat dilaksanakan adalah pendidikan moral Pancasila. Dengan adanya pendidikan moral Pancasila bangsa kita dapat memiliki moral yang baik yang berpegang teguh pada nilai Pancasila, dari sini terciptalah generasi penerus bangsa yang akan membangun Indonesia menuju kesejahteraan. Di sinilah kita harus sadar akan pentingnya menanam dan mengamalkan nilai Pancasila. Akhirnya, masyarakat dan bangsa Indonesia dapat menjaga keharmonisan dalam kelangsungan hidup di negara Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, serta penuh spirit Pancasila untuk mewujudkan bangsa yang sejahtera, adil dan makmur di masa mendatang.




















Daftar Pustaka
Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila Buku Pegangan Kuliah. Yogyakarta: UNY Press.
Marthin Khor. 2002. Globalisasi Perangkap Negara-negara Selatan. Yogyakarta: Penerbit Cidelaras Pustaka Rakyat Cerdas
Sutrisno, Slamet. 2006. Filsafat dan Ideologi Pancasila. Yogyakarta:Penerbit  Andi Offset.
Widarnano, Kelik. 2000. Problema Globalisasi Persfektif Sosiologi Hukum Ekonomi dan Agama. Surakarta: Penerbit Muhammadiyah University Press.
Winarno, Budi. 2004. Globalisasi Wujud Imperealisme Baru Peran Negara dalam Pembangunan. Yogyakarta: Penerbit Tajidu Press.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Insiden_Monas)
http://anteladan.blogspot.com/2011/08/essay-pancasila-sebagai-dasar.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar